Semarang – Buku karya Dr. Haidar Bagir ini menjadi sangat penting dalam konteks beragama di zaman kacau sekarang. Haidar Bagir mewakili intelektual muslim di Indonesia dengan hadirnya buku tersebut memberikan warna tersendiri bagi beragamnya perbedaan yang ada. Buku ini memperlihatkan kepada kita semua akan pentingnya persaudaraan dalam perbedaan.
Kalau kita cermati sebagai seorang yang beriman, kita yakin bahwa agama berasal dari Tuhan. Akan tetapi, agama juga mengambil bentuk sebagai agama manusia. Artinya apa, manusia tidak pernah bisa bicara tentang agama kecuali dalam konteks manusia. Dalam buku tersebut Haidar Bagir mengajak kepada kita semua bahwa seorang penganut agama mestinya tidak terkejut dan gagap untuk menerima kenyataan bahwa di kalangan agama yang sama terdapat begitu banyak perbedaan pendapat.
“Selain itu, Haidar Bagir juga melihat agama diturunkan oleh Tuhan untuk manusia yang artinya bahwa suatu kesalahan jika kita mengembangkan pemahaman atas agama yang dilepaskan dari kebutuhan manusia”. Dengan demikian, sudah sewajarnya agama itu ditafsirkan sejalan dengan kepentingan perkembangan manusia dari zaman ke zaman. Karena tanpa itu semua, agama akan kehilangan relevansinya dan tak lagi memiliki dampak bagi kehidupan umat manusia.
Acara bedah buku yang dilaksanakan pada hari Jumat (14/4/2017) di Gedung A (FISIP) Lt. 3 Kampus 3. Pemantik dalam bedah buku tersebut yakni Dr. Muhyar Fanani, M.Ag (Dekan FISIP UIN Walisongo) memaparkan bahwa salah satu pemicu zaman kacau ini adalah pemahaman agama yang tidak komprehensif.
Adapun cara untuk menangkal perasaan saling membenci satu sama lain, umat beragama harus menghidupkan spiritualitas, karena spiritualitas itulah esensi dari agama. Menurut pemantik secara tidak langsung, buku Haidar Bagir ingin mengungkapkan bahwa terdapat pergeseran paradigma pemikiran keagamaan di Indonesia kontemporer. Karena bagi pemantik paradigma pemikiran agama yang lebih mengedepankan harmoni itu kini sedang digantikan oleh paradigma takfiri.
Dr. Muhyar Fanani juga mengatakan bahwa fenomena agama di Indonesia kontemporer ini cukup rumit, banyak hal yang harus dipahami secara cermat pula. Misalnya relasi Sunni-Syi`ah yang beberapa waktu lalu membuat semua mata tertuju ke permasalahan tersebut. Sesungguhnya permasalahan itu bukanlah berakar dari esensi bukan pula berakar dari keindonesiaan kita. Faktanya esensi relasi keduanya adalah relasi yang penuh perdamaian.
Peserta dalam diskusi buku tersebut sangat antusias mengikuti hingga selesai. Karya Haidar Bagir ini sangat monumental, sehingga ruangan terisi penuh dari berbagai kalangan diantaranya; mahasiswa, santri, lembaga terkait seperti (Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU, GP Ansor, Lakpesdam NU Jateng, dan Muhammadiyah), maupun masyarakat umum.
download disini